Tribute Blog...Peduli Kemiskinan

↑ Grab this Headline Animator

02 August 2008

Excuse me Sir, there's no Legislative Class...

Suatu hari saya akan melakukan perjalanan dengan menggunakan angkutan bus. Seperti biasa, untuk kenyamanan perjalanan, saya akan memilih bus kelas eksekutif. Ketika menunggu keberangkatan, perhatian saya tertuju kepada seorang Bapak paroh baya. Sepintas sepertinya berasal dari golongan atas. Tapi dari cara berpakaiannya, setelan kemeja dan dasi, dipadu dengan jaket, saya menduga-duga bapak ini publik figur di daerah. Tapi saya tidak tertarik dengan penampilannya yang norak itu, tetapi lebih menarik perhatian karena mondar mandir dari satu kaunter ke kaunter yang lain. Sudah semua kaunter bus dimasukinya. Mungkin karena sudah capek, dengan wajah kesal, beliau duduk di sebelah saya. Dengan gaya khasnya belia lalu bertanya, "tidak adakah bus yang lebih mewah di terminal sebesar ini?". Saya lalu menunjukkan tiket bus yang sudah saya pesan dan mengatakan bahwa ini adalah tiket bus termahal kelas eksekutif. Tapi dengan enteng si Bapak mengatakan ingin kelas yang lebih tinggi lagi, yaitu bus kelas legislatif. Ketika saya selidiki lebih jauh ternyata si Bapak adalah seorang petani dari sebuah desa, yang sangat mengidolakan dan terobsesi dengan gaya hidup wakil rakyat (nya) saat ini.

Gaya dan perilaku sebahagian wakil rakyat memang tidak lagi merepresentasikan kehidupan rakyat (miskin) yang diwakilinya. Banyak wakil rakyat kelihatan glamour, selebritis, high class, suka barang-barang branded, trendy dan suka pesiar ke luar negeri. Begitu juga halnya dengan wakil-wakil rakyat di daerah, meskipun kelihatan masih norak, tapi cara berpakaiannya sudah lebih eksklusif. Kemana-mana berpakaian rapi (kemeja dipadu dasi yang mudah dipakai kerana ada ikatan di belakang). Meskipun kadang-kadang tidak bisa menyelaraskan antara warna/motif baju dan dasinya, serta kapan dasi cocok dipakai, tapi kelihatan jauh lebih mentereng dari rakyatnya. Kita tentu tidak berharap rakyat meniru gaya wakilnya itu. Tapi seperti pengalaman yang saya alami di atas, kita takut rakyat memang sedang mengidolakan wakil-wakilnya itu sehingga segala gayanya patut ditiru, bahkan mulai terbiasa mencari fasilitas kelas legislatif.

Hotel-hotel berbintang, restoran-restoran mewah, dan tempat huburan eksekutif (bukan legislatif) acap menjadi tempat pertemuan sebahagian wakil rakyat. Fakta ini setidaknya terungkap dari beberapa kasus yang melibatkan wakil rakyat yang perlahan mulai terungkap. Lihat saja, betapa bangganya petani itu dengan gaya legislatif yang mungkin selalu disaksikannya, atau didengarnya. Agaknya memang perlu segera disikapi permintaan pak tani itu. Jadi jangan hanya fasilitas kelas eksekutif saja yang disediakan. Agaknya memang sudah perlu disediakan fasilitas kelas legislatif. Sehingga hotel-hotel, restoran, lounge, penerbangan, bus, perbankan tidak hanya menyediakan fasilitas kelas eksekutif, tetapi membuat kelas yang lebih tinggi lagi (meminjam istilah petani itu) yaitu kelas legislatif. Siapa tahu orang-orang seperti petani itu memerlukannya.

Sama seperti pembunuhan berantai, satu persatu segala kebusukan perilaku oknum wakil rakyat, mulai terungkap. Tapi anehnya, rakyat tidak begitu peduli dan tidak tercengang karena kasus suap dan perzinahan yang terungkap itu. Tidak ada protes, tidak ada demonstrasi, tidak ada tindakan brutal, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa kelompok massa, jika melihat sebuah indikasi penyimpangan norma. Apakah karena rakyat sangat hormat dan memuliakan para wakil yang telah mereka pilih sendiri, sehingga segala perbuatan, dalam bentuk apapun, patut dan harus di lindungi, atau mungkinkah karena rakyat sudah lebih dahulu mengetahui segala kebusukan itu jauh-jauh hari sebelum aparat penegak hukum mengungkapnya.

Memang masih banyak wakil rakyat yang masih memiliki nurani dan kepedulian kepada rakyatnya. Mereka ini layak kita pertimbangkan untuk dipilh menjadi wakil rakyat pada Pemili 2009. Tapi, bagi mereka yang sudah terbukti tidak peduli dengan rakyatnya, apalagi melakukan perbuatan tercela sebagai politisi busuk, tentu tidak perlu pertimbangan lagi untuk membuangnya jauh-jauh. Masih banyak orang Indonesia yang jauh lebih baik, lebih peduli kepada nasib kaum miskin.

3 comments:

  1. Salam,
    Wah wah..kalau masih dalam satu kendaraan sih ,mo kelas eksekutif atau legislatif cuman beda di makanannya ..tapi kalo masuk jurang ya bareng bareng.Trus kelas yudikatif di mana..coba?ya di jurang..!!Tabe,Santichan

    ReplyDelete
  2. as...pak saya mahasiswa bapak menurut saya ceritanya sangat lucu sekali...bpk ko bisa ketemu urang itu ? by andys halala

    ReplyDelete
  3. ...lucu dan menyedihkan, tulisan ini spontanitas untuk berkontemplasi menyikapi perangai beberapa oknum wakil rakyat (kita)

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentar Anda!

Alfian Malik's Facebook profile